Penampakan mentari yang cerah hari ini sepertinya juga ikut berbahagia menyambut weekend untuk kesekian kali. Seperti halnya aku. Akhirnya aku bisa bernafas lega. 4 hari berlalu sudah. Kini aku resmi jadi Mahasiswi Merdeka sesungguhnya di kampus baru impian ku, UNBRAW MALANG. Semua yang sudah terjadi kemaren-kemaren sungguh tak kan ku hapus dari benakku. Termasuk hari-hari yang sudah kutiti selama mengikuti acara sakral tiap-tiap memasuki sekolah baru yang sesungguhnya tak terlalu penting. Tetapi berbeda dengan cerita 4 hari di brawijaya kemaren. Ada sensasi yang sebelumnya tak pernah ku rasakan. Sehinga tercipta kenangan-kenangan, dengan sadarnya selalu ku abadikan moment sensational tersebut dengan memotret nya lewat bingkisan kalimat-kalimat yang aku ukir sendiri. Namun dengan harapan semua yang sudah ku goreskan di dalam buku sakti ku itu, siapapun tak kan kurelakan untuk membacanya walau hanya sebait kata tak terkecuali yang satu darah denganku. Privasi ya tetap privasi. Akan ku jaga dan kusimpan baik-baik. Namun apa mau dikata memang aku yang ceroboh. Pada malam itu……………………………………………
*flashback*
Hujan turun begitu deras malam. Malam dimana aku harus menyelesaikan sebuah Puisi Cinta mengandung kata-kata indah ala-ala penyair. Puisi yang nantinya akan dibacakan didepan semua makhluk kampus yang berpatisipasi dalam kegiatan pengenalan tersebut. Namun ada sebuah keharusan untuk ditujukan kepada salah satu masen sesuai dengan undian yang diambil. Oh shit lagi dan lagi aku tak mampu terlepas dari belenggu si malaikat itu. Ya pusi ku itu akan berbicara tentang Shandi. Mengapa selalu dia yang harus kuhadapi? Apa ada konspirasi terselubung yang mengatur semuanya tak ku ketahui. Puisi ini adalah tugas terberat yang aku harus bawakan besok untuk pelaksanaan kegiatan di hari ospec terakhir.
Dengan sangat tidak ikhlas aku memulai untaian kata. Awalnya aku tak kuasa untuk menyerah. Ini bukan hobi ku memuji-muji seseorang yang menyebalkan seperti dia. Namun dengan keprofesionalan aku mencoba mengerahkan semua kemampuan menulis ku. Walau berat, aku tak kan membiarkan siapapun memiliki persepsi bahwa tulisan ku jelek. Ini adalah harga diri sebagai seseorang yang bercita-cita menjadi penulis. Akhirnya aku sanggup menyelesaikannya dengan mulus. Didepan cermin yang bertekstur kuno itu ku peragakan isi pusinya mencoba berlatih dan mencari kejanggalan kata mana yang masih harus disempurnakan. Baru beberapa bait tiba-tiba ada suatu rasa yang memaksaku menghentikan membacanya. Rasa melilit di dalam perutku yang tak diundang kini menjalar keseluruh bagian tubuhku. Dengan langkah seribu ku berlari ke toilet. Tanpa memperdulikan apapun aku lupa menutup pintu kamar dan membiarkan puisi mentah yang masih ku tulis di buku diary itu terbuka terhirup angin malam di atas meja tergeletak menyendiri. Sialnya ada seseorang yang menyelundup masuk ke kamarku dan membongkar privasi ku. Pria itu sungguh tak kan ku maafkan. Bukan menghargai perasaan adiknya ia malah mengejek ku. Entah berapa banyak yang telah ia baca di dalam buku curahan hati ku itu. Yang aku tarik kesimpulan adalah …
*sebelumnya*
Rendy yang masih asik dikamarnya dengan headphone sambil mangguk-mangguk awalnya tak berniat untuk keluar dari kamarnya yang bernuansa rock & roll tersebut. Tidak memperdulikan seberapa lebat hujan diluar dan seberapa dingin hawa yang menyelimuti kamarnya. ia tetap dalam dunianya sendiri memainkan sebuah gitar elektrik kesayangannya.Tapi sepertinya rasa lapar yang menyergapnya mendesaknya untuk menghentikan kegemarannya. Setelah menemukan beberapa bongkah kue di dapur dan merasa cacing di perutnya berhenti berdemo. Ia teringat ingin meminjam DVD Room kepada adik semata wayang nya, shofie. Bergegas ia terbang menuju ke kamar shopie. Tanpa salam sebelumnya melihat pintu kamar terbuka ia langsung menerobos masuk. “Lohh, mana si shofie? Diculik gendorowo ya tuh anak”, tukas nya sembarangan. Shofie yang masih tentram di dalam toilet tak mungkin berpikir ada penjahat privasi sedarah didalam kamarnya. Tidak ada niatan untuk mencari dimana adiknya ia malah meubrek-ubrek isi kamar shofie mencari apa yang diinginkannya. Dengan usaha yang maksimal rendy menemukan jua dvd room milik shofie tersebut. Ingin segera keluar dari kamar, pandangannya tertarik pada sebuah buku kuning tergeletak terbuka diatas meja belajar shofie. Dengan rasa kepo yang menggebu-gebu ia mulai membaca rangkaian kata disana. Tidak ada rasa bersalah didalam hatinya ia malah membacanya jelas kata demi kata menginginkan langit-langit dan dinding-dinding kamar mendengarkannya suaranya diolah-olah penuh penghayatan mengejek. Ia memulainya dari halaman paling belakang. Tertulis :
“ Untuk Malaikat Tanpa Sayap ku, Shandy … “
Tak ada yang tahu kapan seseorang dipertemukan
Jua kapan dipisahkan
Begitu juga dengan kita
Kita yang terdiri dari aku dan kaka
Kita yang sudah beberapa hari yang lalu dipersuakan dengan cara tak biasa
Kita yang kuharap takkan menemui perpisahan luar biasa
Batin ku terus mengingat nama kaka
Jiwa ku selalu merindukan sosok kaka
Raga ku makin ingin dekat dengan kaka
Sungguh ada rasa yang tak biasa kurasa
Izinkanlah aku meneriakkan segera
Aku tak kuasa
Aku ingin bersuara
Aku takut jatuh dalam cinta
Aku takut jatuh dalam kasih
Aku jua takut jatuh dalam rindu
Aku takut tapi aku ingin
Shandi oh shandi
Adikmu yang lancang ini rela untuk dihukum
Dihukum dan dipenjarakan dalam bayang-bayangmu
Sesaat atau mungkin selamanya…”
Seketika seisi kamar dipenuhi suara rendy yang menggelegak tawa seusai menyelesaikan kalimat terakhir. Tanpa komentar banyak rasa ingin tau nya berlanjut. Halaman kedua dari belakang. Tertulis:
Hari Ospec ke-Tiga…
Hari yang ku duga biasa ternyata luar biasa. Mulanya semuanya berjalan dengan lancar sesuai porsinya. Aktivitas permainan-permainan yang kami lewati sepanjang siang ini membuat ku sadar tak selamanya ospec buruk. Dari sini aku bisa lebih banyak belajar berbicara didepan umum, dari sini juga aku bisa belajar bersosialisasi dan beradaptasi dengan orang-orang baru, juga dari sini akujuga belajar beartinya kebersamaan dan pentingnya toleransi.tidak sedikit hal positif yang bisa diambil makna nya hari ini. Hingga sampai pada permainan penutup yang kembali membuat ku menjadi pameran utama. Ini semua gara-gara shandi. Ulahnya yang membuat ku sering mati gaya rupanya masih belum habis. Apa ia sengaja mengerjai ku? Ingin rasanya ku cakar potongan rambut baru kesayangannya . aku benci dia yang terus-terusan membuat aku hampir mati menanggung malu dikerumunan orang banyak. Di permainan penghibur penutup hari itu, aku terpaksa harus berdansa manis dengan salah satu masen. Setiap yang mendapat bola kejutan itu akan mendapatkan hukuman sesuai yang tertera dibiliknya. Karena kita sama-sama mendapat bola pink hasil lemparan kesana-kemari dari para peserta yang lain kedua kubu. Dan bola pink bertuliskan kata “dansa” itu jadi pemicu ku merasa pusing tujuh keliling, apalagi akan dipasangkan dengan shandi. Canggung ini menyergap seluruh jiwa serta raga ketika music dan kaki kami mulai berjalan. Dia menatap mataku dalam seolah menikmati detikdemi detik. Aku risih menghadapinya. Ingin segera ku tuntaskan hari ini dan buru-buru pulang ketika music berhenti. Namun pengharapan ku pupus. Ketika music selesai, aku makin dibuat syok. Dari balik jas merah maroon nya ia mengeluarkan setangkai bunga. Yang aku tau itu sosok bunga mawar putih mekar. Hey, apa ini kebetulan?! Dari mana ia tau kecintaan ku pada mawar putih. “Mawar cantik ini sebagai hadiah untuk gadis cantik yang menemaniku berdansa tadi”, katanya terang. aku diam membakut menatap matanya dalam-dalam mencoba mencari tau apa arti dari semua perlakuan janggal nya ini. Rupanya tak sampai disitu, ada sesuatu yang lain yang ia keluarkan. Penampakan nya seperti chocolate batangan terbungkus rapi. “Dan cokelat manis ini juga sebagai hadiah juga untuk gadis manis yang sedari tadi menatap mata ku lama. Rupanya mataku begitu indah untuknya”, jelas nya dihadapan yang lain. Gemuruh tawa dan siulan bising dari makhluk-makhluk itu sontak membuat ku tersadar. Aku tertunduk menatap tanah berumput yang seakan-akan turut menggodaku. Aku tak tau harus kemana mengadu, ini sangat menyebalkan. Ia terbangkan aku tinggi lalu hempaskan ku ke bumi.
Tak cukup puas, rendy meneruskan kata-kata dihalaman berikutnya. Halaman kedua dari belakang.Tertulis :
Hari Ospec ke-Dua ....
Hari ini entah mengapa ia terlihat lebih menarik dari sebelumnya. Mungkin kah dengan potongan rambut barunya yang oke punya itu menjadi salah satu alasan. Atau baru hari ini aku melihat senyumannya. Astaga mengapa aku begitu memperhatikan. Ia sama sekali bukan tipeku. Lagipula aku masih belum bisa melupakan Gilang. Oh iya akhir-akhir ini mengapa lebih sering menyebut malaikat menyebalkan itu daripada mantan kekasih terbaikku. Aku jua tak habis pikir. Apa ia berhasil mengkontaminasi pikiranku dengan gaya-gaya nya yang sok cool dan sok baik hati. Kala itu waktu ia menegur dan menyuruhku menghampirinya ke depan. Hampir saja ingin berhenti bernafas, sudah berpikiran yang tidak-tidak. Tapi apa yang ia perbuat? Daya pikirku bahkan tak mampu menerobos bagaimana jalan pikirannya. Begitu aku sampai dihadapan balkonnya. Ia turun dan menghampiri. “nama kamu shofie ya? Sepertinya dari tadi kamu tak memperhatikan saya. Apa kamu sedang tidak enak badan?, katanya datar sambil meletakkan telapak tangannya terbalik memeriksa jidatku yang sedikit panas. Ia kembali tersenyum. “Kamu bisa pulang jika mau, atau saya antar jika mau”, sambungnya masih dalam posisi yang sama. Aku harap muka ku tak memanas sekarang. “Apaan sih ka, saya baik-baik saja kok” aku berusaha bicara sambil menepis tangan nya dari atas keningku. Alhasil kami jadi pusat perhatian makhluk-makhluk disana. Dengan raut muka nya mereka tertawa kecil tanpa suara. Sungguh ini menyebalkan. Ingin …
“Ingin apa ka?!!! Hah? Ingin apa? Ingin sekali ku cincang-cincang mulut kau sekarang kak!!
kak sudah terlalu jauh memporakporandakan privasi ku, teriak shofie sambil memukul pintu kamar. Belum habis kalimat terakhir rendy untuk menyelesaikan pembacaan mengasyikkan tersebut. Akhirnya penunggu kamar muncul mendapatinya seseorang merusak privasinya. Shofie menghampiri kakanya dengan kepala bertanduk dua. “ka Rendy sekarang keluar kak. Jangan bicara sama shofie lagi”, kata nya sambil mendorong manusia sedarah itu terseret keluar kamar. Shofie menutup pintu dengan keras. Rendy sedikit merasa bersalah. “Sorry adik ku tersayang, gak sengaja gua. Btw, kayaknya gua kenal sama tuh shandi loh!” , rendy juga teriak sambil beranjak pergi. Dari balik pintu shofie masih berdiri berpangku tangan memasang wajah tak bersahabat. Mendengar kata kakaknya yang ternyata mengenal shandi. Ia mulai ikut-ikutan ketularan virus kepo. Sejak itu ia berniat mencari informasi lebih lanjut dengan kakaknya. Untuk itu dengan sangat terpaksa ia harus berbicara manis, melanggar apa yang tadi baru saja ia katakan saat marah pada kakanya. “Baiklah aku mengalah, siapa sih shandi sebenarnya? Apa hubungannya dengan kak Rendy. Bukan kah mereka beda kampus? Apa mereka pernah berteman? Tapi kapan? Apa shandi kenal sama aku sebelumnya? Apa aku pernah melihat ia sebelumnya? Tak sedikit pertanyaan-pertanyaan menggerayangi otakku. “Loh, kenapa aku begitu memikirkan nya”, batin ku bertanya. “wah, ada yang tak benar. Harusnya sudah ku acuhkan segala yang berhubungan dengannya. Lagipula ospec telah usai, dan aku tak kan berurusan dengannya lagi”, terus dan menerus batin dan otakku bersahutan. Tak mengikuti irama, keduanya saling berseberangan tak peduli waktu sekarang yang sudah larut malam.
*flashback berakhir *
maaf readers untuk keterlamabatan posting. ini edisi part nya nyatu. coming soon part 6. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar